
Perubahan iklim, diprediksi akan berubah seiring berkembangnya waktu. Bahkan dari berita yang aku nonton di Kompas TV, Jakarta sebagai ibukota Indonesia terancam akan tenggelam di tahun 2050, jika pemerintah dan masyarakat tidak berbuat sesuatu untuk perubahan iklim tersebut.
Dari hasil evaluasi tersebut, ketika jumlah masyarakat semakin banyak yang memompa air tanah, banyaknya pembangkit listrik batubara di area sekitar ibukota. Hal ini menyebabkan suatu polusi, ancaman perubahan iklim dan juga cuaca ekstrem. Sehingga dampak dari perubahan iklim ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di suatu negara jika tidak berbuat sesuatu.
Selain Jakarta, kota – kota sibuk lainnya turut beresiko tinggi dengan adanya prediksi perubahan iklim. Berdasarkan riset, dari 576 kota di seluruh dunia, keterpaparan kerusakan lingkungan baik itu, rusaknya udara lalu juga air sampai bencana alam. Ada 5 kota beresiko beresiko perubahan iklim :
- Jakarta
- New Delhi
- Lima
- Manila
- Jeddah
Sebenarnya berbagai usaha sudah dilakukan oleh banyak negara meskipun dampaknya ya belum terlalu besar. Seperti yang terjadi di Indonesia, dilihat dari besaran anggaran Indonesia sebenarnya anggaran untuk menekan dampak perubahan iklim atau clemence nilainya ini saudara dari 2018 ke 2020 nilainya terus turun sampai di 2020 ada angka 77,71 Triliun rupiah.
Dibeberapa sidang sebenarnya, Sri Mulyani sudah menyatakan jumlah anggaran untuk penanganan climate change di tahun ini adalah 4,1% dari total anggaran jadi kalau kita hitung dari anggaran 2020 14, 1% nya adalah beratnya sekitar 78 triliun naik sedikit ini dari dibandingkan dengan 2020.
Beberapa penanganan klaim ini memang tersebar di sejumlah kementerian, seperti dilngkungan hidup selalu juga ada di pembangunan infrastruktur jadi tidak hanya ada di tangannya kementerian keuangan atau juga tangannya di kementerian lingkungan hidup.
Tapi juga ada beberapa penerbitan obligasi hijau lalu juga kementerian keuangan membuat sebuah insentif, terutama insentif pajak untuk mereka pengusaha-pengusaha yang mau membuat proyek hijau. Ini semua demi bisa mendukung penanganan dampak perubahan iklim yang semakin besar jumlahnya.
Meskipun Indonesia merupakan negara ke 8 sebagai penyumbang emisi terbesar di dunia. Jumlahnya atau urutannya soal perubahan ikan sebenarnya bukan fokus dari Indonesia saja berbagai negara di dunia sudah membuat koalisi koalisi untuk berpikir bersama.
Kebiakan Internasional untuk perubahan iklim yang harus dilakukan oleh dunia adalah, dua program besar yang akan digelar di Korea Selatan yaitu P4G Summit.
P4G Summit merupakan Partnering for Green Growth and the Global Goals yang digelar di Seoul Korea Selatan pada 30-31 Mei 2021. P4G menjadi sebuah acara yang cukup besar dengan target yang kembali dibicarakan yaitu di dunia bagaimana emisi 0% bisa tercapai di 2050 dan pemanasan global bisa turun sampai 1,5 derajat celcius. Sementara Indonesia punya target, emisi berkurang 29%.
Sedangkan kebijakan Korea Selatan memiliki kebijakan perubahan iklim dibidang infrastruktur, dengan cara memberikan pinjaman bunga rendah untuk proyek infrastruktur hijau, mulai dari 200 juta dollar hingga 600 juta dollar.
Kemudian pinjaman proyek hijau 22 persen, naik dari menjadi 40 persen. Sehingga kebijakan ini sangat membantu negaranya sedang dalam proses pertumbuhan ekonomi sedang dalam proses pembangunan dan mau mulai merubah fokusnya pada infrastruktur hijau.
Korea Selatan sendiri merupakan salah satu investor terbesar di Indonesia, salah satunya adalah soal proses batubara. Ini sebenarnya jadi konter juga ya karena di Indonesia masih banyak infrastruktur terutama listrik yang pakai batubara apakah nanti akan ada perubahan dengan adanya proyek-proyek yang ditawarkan seperti ini tentu kita harapkan bisa semakin bagus kedepannya semakin ramah lingkungan dan pembangunan juga semakin hijau.